Mencari Rekanan Kontraktor
www.JinProperti.com - Nego Fried Chicken adalah jurus baru saya dalam menyeleksi belasan bahkan puluhan rekanan kontraktor yang berniat meminta borongan pekerjaan di proyek guest house Godha Inn 1, 2 dan 3 yang sedang kami kembangkan di kota Yogya.
Kenapa disebut jurus Nego Fried Chicken? Karena saya melakukannya di sebuah restoran waralaba cepat saji di Jln Raya Adisucipto Yogya, sambil makan kentang, ayam, dan burger. Bukan melakukannya di kantor yang cuma tersedia air mineral kemasan gelas.
Sekali janjian biasanya langsung saya lakukan dengan 4 sampai 5 kontraktor sekaligus. Dan saya temui serta lakukan negoisasi barang 30 - 45 menit per kontraktor. Jangan heran jika start jam 19.00 bisa selesai sampai jam 23.00.
Sobat properti, aktivitas mencari rekanan kontraktor adalah hal prinsip dalam sebuah proyek, karena saya melakukannya dengan teori sambil menyelam minum air. Dapat rekanan kontraktor dan sekaligus bonusnya mendapat pembeli.
Maksudnya? Kontraktor yang kita gandeng membangun proyek kita harus sekaligus menjadi pembeli atas produk properti yang sedang kita pasarkan dan kembangkan. Kalau gak mau beli? Ya jangan mimpi jadi rekanan kontraktor di proyek kami. Jadi hukumnya adalah 'Take and Give', mengambil dan memberi. Kadang orang menyebutnya dengan konsep BARTER. Pengembang jual produk properti, dibarter dengan kontraktor menjual jasa konstruksi. Makanya saya bela-belain menyeleksi banyak kontraktor adalah untuk mencari yang bersedia konsep barter.
Kalau sekedar nego soal harga satuan borongan dan skim pembayaran, mungkin cukup ketemu dengan 3 - 4 kontraktor sudah langsung ada yang bisa deal. Tapi untuk mencari yang mau barter anda mesti sabar, dan mungkin rasionya bisa 15:1 atau bahkan 20:1. Jadi perbanyaklah database rekanan kontraktor.
Bagaimana teknisnya? Saya memakai asumsi bahwa profit margin kontraktor umumnya di kisaran 15 s/d 20%. Jadi kalau saya 'memaksa' mereka melakukan pembelian guest house yang saya pasarkan, jangan sampai mengganggu modal kerja kontraktor yang mereka miliki. Modal yang mereka putar dalam bisnis kontraktor harus tetap utuh. Dimana yang dikonversikan menjadi pembelian guest house hanyalah potensi labanya saja.
Jika nilai borongannya besar dan 20% nilai borongan yang dibarter sudah setara dengan guest house yang saya pasarkan, maka kondisi yang berlaku adalah pembelian tunai bertahap. Dibayar sesuai pencairan termin, dan dilakukan bertahap sampai lunas. Tapi jika 20% dari nilai borongan hanya sebagian dari harga guest house, maka kondisi yang berlaku hanyalah pembayaran uang muka saja dan sisanya KPR.
Contoh (a) ;
Nilai Borongan = Rp 3,5 milyar
Barter 20% = Rp 700 juta
Jika harga 1 unit guest house adalah Rp 700 juta, maka 100% harga guest house bisa dibayar dari nilai barter.
Contoh (b) ;
Nilai Borongan = Rp 1,5 milyar
Barter 20% = Rp 300 juta
Jika harga 1 unit guest house adalah Rp 700 juta, maka nilai Rp 300 juta hanya setara dengan Uang Mukanya saja. Sisanya Rp 400 juta harus dilunasi oleh kontraktor dengan cara KPR.
Skenario pemotongan termin pembayaran kontraktor adalah seperti contoh berikut;
Nilai Borongan = Rp 3,5 milyar
Termin I (progres 25%)
Jumlah bayar 20%
Dibayarkan ke kontraktor
= 80% x (20% x Rp 3,5 milyar)
= Rp 560 juta
Dibayarkan sbg Uang Muka
= 20% x (20% x Rp 3,5 milyar)
= Rp 140 juta
Termin II (progres 50%)
Jumlah bayar 25%
Dibayarkan ke kontraktor
= 80% x (25% x Rp 3,5 milyar)
= Rp 700 juta
Dibayarkan sbg Uang Muka
= 20% x (25% x Rp 3,5 milyar)
= Rp 175 juta
Termin III (progres 75%)
Jumlah bayar 25%
Dibayarkan ke kontraktor
= 80% x (25% x Rp 3,5 milyar)
= Rp 700 juta
Dibayarkan sbg Uang Muka
= 20% x (25% x Rp 3,5 milyar)
= Rp 175 juta
Termin IV (progres 100%)
Jumlah bayar 25%
Dibayarkan ke kontraktor
= 80% x (25% x Rp 3,5 milyar)
= Rp 700 juta
Dibayarkan sbg Uang Muka
= 20% x (25% x Rp 3,5 milyar)
= Rp 175 juta
Termin V (pemeliharaan I)
Jumlah bayar 2,5%
Dibayarkan ke kontraktor
= 80% x (2,5% x Rp 3,5 milyar)
= Rp 70 juta
Dibayarkan sbg Uang Muka
= 20% x (2,5% x Rp 3,5 milyar)
= Rp 17,5 juta
Termin VI (pemeliharaan II)
Jumlah bayar 2,5%
Dibayarkan ke kontraktor
= 80% x (2,5% x Rp 3,5 milyar)
= Rp 70 juta
Dibayarkan sbg Uang Muka
= 20% x (2,5% x Rp 3,5 milyar)
= Rp 17,5 juta
TOTAL BAYAR KONTRAKTOR
= Rp 2,8 Milyar
TOTAL BAYAR GUEST HOUSE
= Rp 700 juta
Kita bisa melihat, bahwa jika sebagian termin pembayaran kontraktor dipotong untuk pembelian guest house, maka kita mendapat sedikit keringanan dalam cashflow, dan ada transaksi penjualan yang pantas disyukuri.
Beberapa tips supaya kontraktor bersedia melakukan barter ;
1. Harga satuan borongan untuk pekerjaan fisik diberi sedikit kenaikan diatas RAP (rencana anggaran pelaksanaan), misalnya 5%. Jika harga borongan normal Rp 2.100.000/m2, berikan harga khusus sebesar Rp 2.200.000/m2.
2. Harga jual beli diberi potongan harga sedikit, yang penting ada perbedaan dengan transaksi konsumen biasa. Misal harga konsumen umum Rp 720 juta, maka berikan harga barter Rp 700 juta.
3. Status legalnya jangan sampai ke tahapan AJB PPAT. Tapi cukup PPJB saja, karena kemungkinan besar kepemilikannya akan dialihkan ke pihak lainnya. Jika pembayaran sudah lunas, berikan PPJB Lunas dan Kuasa Menjual. Skenario ini dipilih demi menghindari bayar pajak.
4. Jika stok jualan kita sudah habis, instruksikan sales kita untuk membantu memasarkan unit milik kontraktor. Ini membuat mereka tidak kuatir karena asetnya akan segera liquid.
Jangan serius membaca artikel ini. Habiskan dulu kentang dan burger anda, hehehe ....
0 Komentar
Penulisan markup di komentar