www.JinProperti.com - Apa yang saya lakukan belum tentu berani anda lakukan. Saya membiarkan anak laki-laki saya (Abel) yang berusia 10 tahun untuk mendaki gunung Merbabu yang memiliki ketinggian 3.142 MDPL (meter dari permukaan laut) pada hari Sabtu 30 Maret 2013. Saya dulu mantan pendaki gunung, tapi sekarang bobot saya sudah 88 kg, terlalu berat untuk jadi pendaki. Jadi saya tak mungkin mendampingi anak saya mendaki gunung.
Abel saya pasrahkan kepada 2 orang pendamping. Yang satunya sebagai porter pembawa bekal dan peralatan, satunya sebagai pemandu jalan. Keduanya sudah puluhan kali mendaki gunung Merbabu, dan rumahnya juga di desa Cuntel Kopeng kabupaten Semarang yang dikenal sebagai base camp pendakian gunung Merbabu. Jadi saya sangat percaya kepada mereka.
Semua perbekalan termasuk jas hujan, tenda, sleeping bag, matras, lampu senter, makanan, minuman, kompor, gas elpiji dll sudah lengkap dibawa. Tinggal mendaki saja.
Saat pendakian dimulai jam 14.30, cuaca mendung dang berkabut. Saya cuma memeluk dan mendoakan anak saya, kemudian saya tinggal balik ke kota Semarang, karena malam itu saya mau menyaksikan sepakbola liga Inggris.
Saya tidak kuatir sama sekali anak saya akan menghadapi hujan dan kedinginan, berjalan di kegelapan, kelaparan, kurang tidur, kecapekan, belum lagi bahaya tersesat atau bertemu binatang buas. Malam itu saya tetap bisa ngopi, nonton bola, dan tidur dengan nyenyak. Anak saya sedang kedinginan, saya malah asyik selimutan. Saya yakin besok siang anak saya sudah turun kembali di base camp dalam keadaan sehat dan selamat.
Kenapa saya begitu tenang dan yakin? Karena 2 pemandu yang mendampinginya sudah sangat terlatih dan profesional. Sangat menguasai medan pendakian menuju puncak gunung Merbabu. Anak saya aman bersama mereka.
Saat saya menjemput dia Minggu siang jam 11 di desa Cuntel, saya menjumpainya sedang tertawa-tawa gembira. Katanya; "Papa, semalam asyik lho. Hujan lebat dan banyak petir, Abel berteduh didalam tenda sambil memasak mie dan minum coklat panas ...". Tak ada cerita sedih sama sekali, dia juga nampak bugar meski matanya sayu kurang tidur.
Sobat properti, orang bilang bisnis properti adalah bisnis yang complicated. Sangat-sangat rumit, karena anda harus menghadapi masalah pembebasan lahan, mencari modal, membuat perencanaan, mengurus perijinan, memasarkan, membangun, mengurus hutang piutang, perpajakan, legal, dll. Seorang pemula bisa gemetaran dan tak percaya diri untuk memulai dan menjalankan bisnis ini.
Tapi kenapa anda mesti takut? Cari saja mentor. Seorang profesional yang expert di bidang properti yang akan mendampingi anda mengeksekusi proyek pertama anda. Bersama mentor anda akan merasa lebih tenang karena mentor akan mengarahkan anda melewati jalur yang aman, dan menjauhi jurang yang berbahaya.
Jika mentor sudah membimbing anda menjalani tahapan proyek dari A sampai Z, dari mencari lahan sampai dengan serah terima proyek, maka semua pengalaman mengelola proyek bersama mentor itu sudah cukup memberikan predikat kepada anda sebagai praktisi properti atau profesional properti. Itu adalah 'success story' anda yang pertama.
Untuk proyek kedua, jika anda merasa mampu menangani proyek sendiri, maka anda tak perlu pendampingan dari mentor. Jika anda masih belum yakin, tetaplah memakai mentor meski sifatnya hanya sebagai advisor atau tempat bertanya saat anda menghadapi kesulitan dan masalah.
Kesimpulan: tak perlu merasa kuatir dengan kemampuan anda mengelola bisnis properti. Ilmu dasar bisa anda pelajari dengan mengikuti workshop properti atau training properti. Selanjutnya anda 'learning by doing' bersama pendampingan seorang mentor. Niscaya hanya dengan melewati 1 atau 2 proyek saja, anda akan matang dan menjadi seorang praktisi properti yang profesional.
Selamat mencoba. Jangan kalah dengan anak saya 10 tahun yang mampu mendaki gunung Merbabu berketinggian 3.142 MDPL.
0 Komentar
Penulisan markup di komentar