Dulu rumah luasan kecil type 21 atau 36 disebut sebagai RSS (rumah sangat sederhana). Perkembangan berikutnya dikoreksi menjadi RSH (rumah sederhana). Tapi akibat AMPHAS (asosiasi masyarakat pemilik hunian sempit) melakukan komplain dan minta diberi sebutan yang lebih manusiawi, sekarang pemerintah menyebutnya dengan istilah RST (rumah sejahtera tapak).
Mau diberi sebutan apapun dan sebagus apapun, substansinya tetap saja rumahnya berukuran sempit, kalau bukan T-21 ya T-36. Mau didesain arsitek lulusan UNDIP atau STM tidak tamat, tetap saja munculnya bangunan 1 kamar atau 2 kamar, dengan penempatan KM/WC dibelakang kamar atau diapit 2 kamar. Tak bisa lebih dari itu.
Saya pernah mengembangkan perumahan sederhana di Karawang, Purwakarta, Bogor, Jepara, Sukabumi, dan saat ini di Rajeg Tangerang. Bahkan yang di Dermaga Bogor luasnya 19 ha dengan jumlah rumah 1113 unit. Jadi kalau saat ini ingin berbagi pengalaman soal memasarkan dan membangun RST, ya semoga saja ada yang mau dengar, karena pengalaman empiris saya soal ini lumayan mencukupi.
Sobat properti, jika anda membangun RST, maka jurus yang paling manjur dan bisa diandalkan adalah COST LEADERSHIP, yaitu menjual rumah dengan harga lebih murah dibanding harga kompetitor, akan tetapi dengan level benefit yang sama.
Misal ; pesaing menjual T-36/72 seharga Rp 88 juta, maka jika anda menjual type yang sama seharga Rp 85 juta, maka itu adalah sebuah competitive advantage yang mampu membuat konsumen berpaling ke produk anda. Konsumen di segmen ini sangat 'sensitif' terhadap isue harga. Beda harga sedikit saja mampu membuat mereka memilih produk anda.
Membandingkan harga produk tentunya harus dengan level benefit yang sama. Jangan sampai anda mengklaim harga jual lebih murah dengan spec dinding batako, sementara pesaing memakai bata merah. Jika sama-sama bata merah tetapi harga produk anda lebih murah, barulah itu bisa disebut produk anda memiliki keunggulan kompetitif.
Jika saya meyakini bahwa harga jual yang murah adalah jurus paling jitu memasarkan RST, maka di artikel ini sekalian saya ingin berbagi kepada anda tentang bagaimana mereduksi harga bangunan agar lebih hemat dan efisien.
Paradigma penting yang harus dipakai adalah "Jangan memakai kacamata anda untuk melihat produk RST". Konsumen RST tidak berada di level yang sama dengan anda. Mereka hanya berada di zona NEED (kebutuhan), bukan WANT (keinginan) apalagi EXPECTATION (harapan). Mereka kelompok konsumen yang asal punya rumah sudah bersyukur, karena bisa berteduh dari hujan dan terhindar dari panas terik matahari. Bukan seperti anda yang lihat acian tembok kasar sedikit sudah ngomel-ngomel. Mereka kelompok konsumen yang melihat warna cat memudar di bulan ke 6 tenang-tenang saja. Tak seperti anda yang cerewet soal hal ini dan langsung komplain ke pengembangnya melihat warna cat nya sudah memudar.
Kelompok konsumen RSH tak banyak menuntut. Mereka sadar bahwa orang susah seperti mereka tak boleh cerewet, hahaha ... Isinya hanyalah bersyukur dan bersyukur, bahwa dibalik kesusahan mereka, ada pihak yang membantu mengupayakan mereka memiliki sebuah rumah.
Sobat properti, meski tak pernah memiliki sertifikat profesi dari IAI (Ikatan Arsitek Indonesia), saya adalah sarjana arsitektur lulusan Universitas Diponegoro (UNDIP) Semarang. Saya mendesain sebuah rumah kelas RST yang biaya konstruksinya sangat murah. Tahun 2013, saya mengerjakan bangunan ini dengan harga borongan Rp 1.000.000/m2 di Jepara. Dan awal 2014 mengerjakan bangunan ini dengan harga borongan Rp 1.100.000/m2 di Sukabumi.
Filosofinya ada 2 hal pokok ;
A. Hindari Pemakaian Atap Genting
Genting adalah jenis material penutup atap yang berat. Sehingga konstruksinyapun mahal, harus ada gording, kasau dan reng. Saat ini banyak yang memilih cara praktis dengan memakai rangka atap baja ringan. Tetap saja biayanya mahal, karena penutup atapnya berupa genting yang terbuat dari material beton. Meski kita memilih kualitas genting beton yang rendah, harganya tetaplah mahal.
B. Hindari Bidang Dinding Yang Terlalu Banyak Tekukan
Setiap tekukan dinding akan membawa konsekwensi terjadinya penambahan kolom praktis, dan yang namanya kolom pasti mengandung unsur besi dan beton, yang membuat biaya konstruksi menjadi bengkak. Jika dalam bidang dinding selebar 6 m tanpa ada tekukan, mungkin hanya diperlukan 3 kolom struktur saja. Tapi jika ada tekukan, bisa-bisa harus menambah 1 atau 2 kolom praktis. Jika setiap kolom praktis setinggi 325 cm mengandung besi dan beton, hitung saja berapa pembengkakan biaya yang timbul.
SOLUSI dan APLIKASI
Buatlah desain tampak bangunan yang tidak memakai penutup atap berbahan genting. Tampak depan cukup bidang dinding saja yang diolah dengan sedikit aksentuasi penebalan dan permainan warna cat saja. Atap dibuat 1 kemiringan ke belakang, jangan model pelana yang memakai bubungan. Pakai atap galvalum alias spandek yang ringan dan murah rangka konstruksinya. Tak perlu pakai kuda-kuda apalagi rangka atap baja. Hanya gording beberapa batang berupa baja canal C yang melintang dengan bertumpu di gunungan dinding (lihat gambar). Ini membuat biaya konstruksi menjadi lebih murah.
Kekurangan dari pemilihan material atap spandek atau galvalum ini adalah jika terjadi hujan lebat, maka suaranya bakal pletok-pletok keras sekali. Tapi sekeras-kerasnya bunyi hujan menimpa atap. Yang penting air hujannya tidak bocor masuk ke kamar. Namanya saja rumah murah, pasti penghuninya (maaf) orang susah. Dan aturan mainnya adalah bahwa orang susah dilarang cerewet apalagi komplain. Kondisi yang ada harus diterima dan disyukuri. Punya rumah tidak bocor saja seharusnya disyukuri.
Denah dibuat kotak tanpa banyak tekukan. Jika kita mendesain type 36, buat saja bangunan 6 x 6. Jika membuat type 21, buat saja 6 x 3,5. Rumah murah dindingnya harus 1/2 bata alias dinding kongsi. Jadi 1 dinding dipakai bersama untuk kanan dan kiri. Ada resiko suara tetangga bakal terdengar dan tembus. Tapi namanya orang susah dengan rumah type kecil aturannya adalah dilarang cerewet apalagi komplain. Kondisi yang ada harus diterima dan disyukuri, hahhaa ..
note : artikel ini belum tuntas, nanti akan diunggah contoh denah dan juga potongannya
0 Komentar
Penulisan markup di komentar