ESTEBAN VIZCARRA DITAWARKAN 400 JUTA
KE PSIS SEMARANG
Sekitar tahun 2009 yang lalu, disaat saya masih menjabat sebagai GM PSIS Semarang di kompetisi ISL, suatu ketika saya mengadakan gathering dengan beberapa agen pemain. Saya mengundang mereka ke acara dinner di Citos (Cilandak Town Square) Jakarta. Misi saya adalah berburu pemain asing, yang kebetulan sedang kami butuhkan untuk melanjutkan kompetisi di putaran kedua.
Dalam acara gathering tersebut, ada seorang agen pemain yang menyampaikan informasi kepada saya, bahwa dia baru saja mendatangkan gelandang serang asal Argentina bernama ESTEBAN VIZCARRA. Dia menjelaskan bahwa Vizcarra adalah gelandang muda, energik dan punya naluri mencetak gol layaknya seorang striker.
Vizcarra belum pernah bermain di klub Indonesia. Dan oleh agennya dia akan ditawarkan ke klub Pelita Jaya dan Persija Jakarta. Sang agen berkata ke saya, jika berani membikin deal untuk mengkontrak 400 juta malam itu juga, maka dia persilahkan saya membawa Vizcarra ke Semarang. Tentu saja saya menolak, karena tak mau membeli kucing dalam karung. Pelatih PSIS pasti ingin melihat dulu aksi Vizcarra di lapangan sebelum memutuskan untuk mengontrak atau dipulangkan.
Sang agen mengatakan siap mengirim Vizcarra untuk diuji di Semarang, dengan jadwal setelah Vizcarra mengikuti test di klub Pelita Jaya dan klub Persija terlebih dahulu. Tak lupa sang agen menambahkan, jika harus mengirim Vizcarra ke Semarang, maka penawaran 400 juta tidak berlaku lagi, melainkan akan dilakukan negosiasi lanjutan.
Kisah lanjutannya, Vizcarra saat test ujicoba di klub Pelita Jaya ternyata berhasil memikat hati pelatih Fandi Ahmad dan Manager Rahim Sukasah, dan dikontrak dengan harga 800 juta. Mantap!! Nilainya 2x dari angka yang pernah disodorkan ke saya. Vizcarra tak perlu melakukan test ke klub lainnya, karena dia berhasil mendapatkan klub yang mau menggunakan jasanya sebagai gelandang serang.
Setelah 2 musim bermain di Pelita Jaya, yang saya dengar Vizcarra berpindah ke klub Semen Padang FC dan berhasil mengantar SPFC menjuarai kompetisi IPL, serta melaju ke babak perempat final Piala AFC. Luar biasa, saya akui Vizcarra memang pemain bagus untuk ukuran liga di Indonesia.
Sobat properti, kenapa saya tak mau mengontrak pemain sebagus Esteban Vizcarra dengan harga 400 juta, padahal akhirnya klub Pelita Jaya berani mengontraknya di angka 800 juta? Jawabnya adalah karena saya belum pernah melihat aksi Vizcarra di lapangan. Saya cuma bertemu Vizcarra di meja makan. Saya cuma tahu Vizcarra berpostur ideal dan berwajah lumayan ganteng. Tak mungkin saya mengontrak seorang pemain hanya karena lihat posturnya yang atletis dan wajahnya yang ganteng.
Sobat properti, saya punya sales yang setiap kali ditanya apakah dia memiliki hot prospek yang berpotensi terjadi closing? Dia selalu menjawab ada. Kemudian dia menyebutkan nama prospeknya, menyebutkan asalnya, dan juga type yang diminati.
Ketika saya tanya apakah si prospek sudah pernah survei lokasi? Dijawab belum pernah. Langsung saya katakan bahwa tak ada konsumen yang closing sebelum konsumen survei dulu melihat lokasi. Sebagus apapun brosur kita, semurah apapun harga produk kita, konsumen akan mengambil keputusan setelah melihat lokasi.
Sales tersebut membela diri dengan mengatakan bahwa prospeknya sangat serius, karena sudah telpon-telponan lama sekali dan bertanya banyak hal. Bahkan sudah berencana memberikan order pekerjaan tambah dengan membuat taman di belakang rumah. Saya kembali katakan bahwa mau telpon 15 menit atau bahkan 1 jam bukanlah indikasi bahwa si konsumen mau closing.
Tugas anda cuma 1 hal, yaitu membujuk konsumen datang ke lokasi. Oke?? Lakukanlah hal itu, supaya konsumen segera mengambil keputusan. Karena hanya dengan bermodal brosur atau penawaran melalui email, terkadang visualisasi di benak konsumen belum tentu sama dengan fakta riil di lapangan. Kriteria apakah konsumen tersebut masuk kategori HOT PROSPEK yang siap closing atau prospek biasa saja yang masih butuh waktu melakukan pertimbangan, baru diketahui setelah konsumen survei lokasi.
Selang beberapa hari, si sales yang super optimis tersebut kembali datang melapor kepada saya, bahwa konsumennya sudah datang dari Semarang untuk survei lokasi yang diminatinya di Yogya. Dan setelah lihat sendiri ke lapangan, konsumen belum percaya atau belum berani membayar tanda jadi. Ada 2 alasan, yaitu; progres di lapangan masih sangat rendah (memang lahan tersebut baru selesai pekerjaan penimbunan, belum ada progres infrastruktur lainnya), dan lokasinya tak seperti yang dia bayangkan (di brosur kelihatan dekat dari ring road, tapi nyatanya lokasi di KM 9 ternyata lumayan jauh pencapaiannya). Meskipun demikian konsumen mengaku suka dengan lingkungannya yang tenang dan sejuk, serta aksesnya melewati aspal mulus.
Nah, apa kata saya?? Jangan terlalu mudah memberi label HOT PROSPEK kepada seorang konsumen sebelum konsumen pernah melakukan survei lokasi. Semua informasi awal mengenai product knowledge dan benefit memang menjadi kewajiban seorang sales untuk mentransfernya kepada konsumen. Tapi jangan lupa mengarahkan konsumen untuk survei lokasi, karena setelah tahapan itulah kita baru tahu seberapa besar peluang yang sesungguhnya.
Meski laporannya tidak membuat saya happy, tapi saya berpesan kepada sales untuk tetap menyimpan data prospek, supaya 2-3 bulan mendatang ketika progres fisik di lapangan sudah cukup layak, konsumen yang tadi bisa diajak lagi berkunjung ke lokasi. Siapa tahu nanti 'feel' nya sudah kena dan konsumen bersedia merogoh kocek untuk membayar tanda jadi.
Tak banyak konsumen yang berani membayar tanda jadi ketika anda hanya bermodal brosur (jangan cerita soal Ciputra, itu bukan level anda), apalagi bagi pengembang baru yang belum memiliki kredibilitas serta reputasi yang cukup. Jalan satu-satunya, kebut progres fisik di lapangan (jalan, saluran, taman, rumah contoh dll). supaya secara visual dapat dinikmati oleh konsumen. Cause visual speak louder.
0 Komentar
Penulisan markup di komentar