ORDER PEKERJAAN TAMBAH
Semoga cepat kau lupakan aku
Kekasih sejatimu takkan pernah sanggup meninggalkanmu ....
Itu adalah penggalan lagu berjudul SEPHIA karya Sheila On 7, yang CD nya saya beli di sebuah gerai KFC. Anda mungkin tidak sadar, gerai KFC yang sejatinya hanya menjual ayam goreng, kentang, dan burger, sudah sekian lama juga memasarkan CD lagu-lagu yang dijual dalam paket bundling ataupun dijual secara ritel.
Saya jarang beli CD di toko musik, tapi justru sering membeli CD lagu di gerai KFC disaat sedang berkunjung kesana. Kalau penyanyinya saya suka, pasti saya beli CD nya.
Sobat properti, gejala apakah ini? Penjual ayam goreng menjual CD lagu-lagu. Ini mungkin yang disebut dengan SIDE INCOME, atau menambah revenue dengan memanfaatkan captive market yang sudah tersedia. Bukan bisnis utama, bukan sumber pemasukan yang utama, tapi gemericik uang yang masuk lumayan terasa.
Kalau di bisnis properti, aplikasinya saya biasa menyebutnya dengan PEKERJAAN TAMBAH. Jadi misalnya kita menjual rumah type 69 kondisi standar, maka semua harga jual beli sesuai PPJB (perjanjian perikatan jual beli) adalah wajib dibayar oleh konsumen. Akan tetapi konsumen punya opsi untuk mengajukan request berupa order pekerjaan tambah misalnya; menambah luasan bangunan, membuat taman, membuat pagar, memasang teralis, memasang gordyn, dll. Pekerjaan tambah yang menghasilkan laba paling besar adalah menambah luasan bangunan. Apalagi jika rumah standarnya 1 lantai, dan konsumen minta dibangun menjadi 2 lantai, labanya sangat menggiurkan sekali.
Kita bisa memperoleh laba ekstra dari order pekerjaan tambah tersebut. Karena dari setiap item pekerjaan tambah yang diminta, kita bisa membebani profit margin lagi. Bahkan tak jarang, jika pekerjaan tambahnya bervolume besar, keuntungannya bisa mendekati laba induknya lho.
Meski pekerjaan tambah berpotensi memberikan income ke kas perusahaan, tetapi terkadang ini juga celah terjadinya konflik diinternal karyawan. Biasanya kasusnya terjadi akibat orang teknik di lapangan secara diam-diam mengambil order pekerjaan tambah ini secara personal. Dikerjakan sendiri, laba dimakan sendiri. Tak mau berbagi ke teman-teman yang non teknik, apalagi melapor keperusahaan.Jika proyeknya besar dan konsumennya banyak, kejadian seperti ini bakal sering terjadi. Ada lho, karyawan saya bagian teknik yang mampu beli mobil akibat menggarap pekerjaan tambah seperti ini secara diam-diam, hehehe ....
Saya justru pernah mengambil kebijakan dimana order pekerjaan tambah bukan digarap oleh perusahaan, tetapi digarap oleh koperasi karyawan yang menganut azas sama rasa dan sama rata. Tak peduli office boy atau direktur, hak dan kewajibannya adalah sama. Jadi kalau ada order pekerjaan tambah yang menghasilkan laba 10 juta, maka laba 10 juta itu dibagi sama rata ke semua anggota koperasi yang tidak menganut sistem saham. Untuk modal kerjanya usahakan tidak perlu modal, karena kita meminta uang muka dulu ke konsumen.
Dulu saya memberlakukan sistem koperasi ini di perusahaan saya, dimana semua laba diakumulasi dan baru dibagikan H-7 sebelum Lebaran, sebagai tambahan bonus dan THR yang dibagikan kepada karyawan. Rasanya membahagiakan sekali. Satu-satunya ancaman adalah jika pengelola koperasi ini tidak amanah menjaga keuangannya, maka laba koperasi bisa digerogoti atau malah ludes tak berbekas.
0 Komentar
Penulisan markup di komentar