Senjata Tradisional Piso Gaja Dompak Batak Sumatera Utara. Dalam artikel ini kami akan membahas mengenai senjata tradisional yang berasal dari sumatera utara, yaitu Piso Gaja Dompak. Berikut penjelasannnya.
Arti Nama Piso Gaja Dompak
Piso Gaja Dompak adalah senjata tradisional yang berasal dari Sumatera Utara. Piso gaja dompak terdiri dari kata piso yang artinya pisau fungsinya untuk memotong atau menusuk, dan bentuknya runcing dan tajam. Sedangkan nama gaja dompak karena terdapat ukiran berpenampang gajah pada tangkai senjata tersebut.
Hanya Untuk Kalangan Raja dan Memiliki Kekuatan Supranatural
Piso Gaja Dompak merupakan pusaka kerajaan batak yang memiliki peran penting dalam perkembangan kerajaan Batak dan hanya digunakan di kalangan raja-raja saja. Karena merupakan sebuah pusaka, piso gaja dompak tidak diciptakan untuk membunuh atau melukai orang lain. Namun diyakini bahwa benda pusaka ini memiliki kekuatan supranatural, yang akan memberikan kekuatan spiritual kepada pemiliknya. Senjata ini juga merupakan benda yang dikultuskan dan kepemilikan senjata ini adalah sebatas keturunan raja-raja atau dengan kata lain senjata ini tidak dimiliki oleh orang di luar kerajaan.
Sejarah Piso Raja Dompak
Piso Raja Dompak ini erat kaitannya dengan kepemimpinan Raja Sisingamaraja I. Hal ini berdasarkan kepercayaan masyarakat terhadap mitos berasal dari tradisi lisan yang tercatat dalam aksara.
Dahulu ada seorang bernama Bona Ni Onan yang merupakan putra bungsu dari Raja Sinambela. Sewaktu pulang dari perjalanan jauh, Bona Ni Onan mendapati istrinya Boru Borbor sedang hamil tua. Dia pun meragukan kandungan istrinya itu. Sampai pada suatu malam ia bermimpi didatangi Roh. Roh itu mengatakan bahwa anak dalam kandungan istrinya adalah titisan Roh Batara Guru dan kelak anak tersebut akan menjadi raja yang bergelar Sisingamaraja.
Bona Ni Onan kemudian memastikan kebenaran mimpi tersebut kepada istrinya. Istrinya pun bercerita bahwa ketika ia mandi di tombak sulu-sulu (hutan rimba), ia mendengar suara gemuruh dan Nampak cahaya merasuki tubuhnya. Setelah mengetahui bahwa dirinya hamil. Ia pun percaya bahwa kala itu ia bertemu dengan roh Batara Guru.
Masa kehamilannya pun cukup lama yaitu sekitar 19 bulan. Pada saat kelahiran anaknya terjadi badai topan dan gempa bumi dahsyat. Itulah sebabnya putranya diberi nama Manghuntal yang berarti gemuruh gempa. Beranjak dewasa Manghuntal mulai menunjukan sifat-sifat ajaib yang memperkuat ramalan bahwa dirinya adalah calon raja.
Di masa remaja, Manghuntal pergi menemui Raja Mahasakti yang bernama raja Uti untuk memperoleh pengakuan. Pada saat ia hendak menemui Raja Uti, ia menunggu sambil memakan makanan yang suguhkan oleh istri raja. Ketika itu secara tidak sengaja ia mendapati Raja Uti bersembunyi di atap dengan rupa seperti moncong babi.
Raja Uti pun menyapa manghuntal, ia pun menyampaikan maksud kedatangannya menemui raja dan meminta seekor gajah putih. Raja Uti pun bersedia memberi dengan syarat Manghuntal harus membawa pertanda-pertanda dari sekitar wilayah Toba, Manghuntal pun menurut. Setelah itu Manghuntal kembali menemui Raja Uti dengan membawa persyaratan dari Raja Uti. Raja Uti kemudian memberikan seekor gajah putih serta dua pusaka kerajaan yaitu Piso Gajah Dompak dan sebuah tombak yang ia namai Hujur Siringis.
Konon, Piso Gaja Dompak tidak dapat dilepaskan dari pembungkusnya kecuali oleh orang yang memiliki kesaktian dan Manghuntal bisa membukanya. Pasca itu Manghuntal benar-benar menjadi raja dengan Sisingamaraja I. Dan hingga saat ini masyarakat Batak masih mempercayai mitos ini.
Makna Filosofi
Piso Gaja Dompak ini memuat symbol-simbol yang bermakna filosofis. Bentuk runcing dari senjata ini, dalam bahasa Batak disebut dengan Rantos yang bermakna ketajaman berpikir serta kecerdasan intelektual. Tajam melihat permasalahan dan peluang, juga dalam menarik kesimpulan dan bertindak. Ukiran berpenampang gajah diduga diambil dari mitos memberikan piso gaja dompak dan seekor gajah putih pada Manghuntal atau Sisingamaraja I. Piso Gaja Dompak adalah lambang kebesaran pemimpin batak, pemimpin batak memiliki kecerdasan intelektual untuk berbuat adil kepada rakyat dan bertanggung jawab pada Tuhan.
Sumber:
http://ift.tt/2ayNG9x
from Dunia Kesenian http://ift.tt/2aMxuhE
0 Komentar
Penulisan markup di komentar