www.JinProperti.Info - Siang itu panas terik, saya sedang mengurusi proyek rumah murah di kota Pati yang terkenal dengan makanan nasi gandulnya. Mendadak ada sms masuk ke HP saya menawarkan lahan. Begini bunyi sms nya ;
"Pak AW, ada lahan 2 ha ditepi jalan raya Boyolali Solo dijual butuh uang oleh pemiliknya @ 200.000/m2. Bukan sawah, SHM."
Wow, murah juga nih kalau ditepi jalan raya cuma harga segitu. Mengingat saya ini typikal orang yang sangat responsif jika tahu ada opportunity bagus, maka tak menunggu lama saya langsung kontak kepada makelar tanah tersebut, mengatur waktu survei lahan. Saya langsung jadwalkan sore itu juga mau survei ke Boyolali. Dengar info bagus beginian mesti gerak cepat, supaya tak keburu disambar orang lain.
Habis makan siang di Pati, jam 13.00 tepat saya berangkat menuju Boyolali. Kudus - Demak - Semarang - Ungaran - Salatiga saya lewati. Bahkan saya tidak mampir ke rumah saya di Ungaran, demi mengejar waktu tiba di Boyolali. Saya berharap sampai disana masih sore sehingga bisa melihat dan memotret obyeknya dengan jelas. Saya janjian dengan makelar tanahnya bertemu di sebuah SPBU.
Jam 17.30 saya baru tiba disana. Sudah menjelang gelap. Buru-buru saya minta diantar ke lokasi, ternyata makelar (sebut saja Pengok, bukan nama sebenarnya, nama aslinya Amin) tersebut tidak tahu dimana obyek tanahnya. Waduuh, rupanya dia menawarkan dagangan milik sesama makelar tanah lainnya, bukan listing dagangannya sendiri.
Terpaksa saya menunggu kedatangan makelar lainnya, yang baru tiba jam 18.15. Setelah disela dengan menjalankan sholat maghrib dulu, tepat jam 18.35 kami berangkat survei.
Ternyata lahan yang ditawarkan tidak berada ditepi jalan raya Boyolali - Solo. Pak Pengok salah informasi. Kalaupun ada lahan yang dimaksudkan ditepi jalan raya Boyolali - Solo, hanya seluas 1,2 ha dan sudah diambil pihak lain untuk didirikan rumah sakit beberapa minggu yang lalu.
Makelar temannya pak Pengok tersebut mengatakan kepada saya bahwa lokasi lahannya masuk dari jalan raya kisaran 200 meter. Dia bertanya kepada saya tetap mau survei apa tidak? Jelas saya jawab mau survei meski kenyataannya sudah menyimpang dari info awal yang menyebutkan lahan berada ditepi jalan raya.
Berikutnya mobil saya mengikuti RCTI (Rombongan Calo Tanah Indonesia) yang menaiki 2 sepeda motor itu, memasuki sebuah jalan yang sepi dan gelap. Sesudah 10 menit berjalan, baru sampai ke lokasi lahan yang dimaksud. Estimasi saya jaraknya dari jalan raya hampir 1 kilometer, bukan 200 meter seperti apa kata RCTI.
Jalannya sempit kalau dilewati mobil bersimpangan. Eksisting ditumbuhi banyak gerumbul bambu. Kesannya wingit dan angker. Jarak dari rumah terdekat cukup jauh. Kesimpulan; saya tidak berminat. Kalau sekedar cari lahan macam beginian, tak perlu jauh-jauh ke Boyolali.
Sobat properti, anda mungkin membayangkan saya kecewa dan marah-marah mengalami kejadian seperti kisah diatas, kemudian mendamprat pak Pengok habis-habisan. Saya ditipu makelar tanah dengan informasi palsu yang tidak valid. Saya belain jauh-jauh datang survei dengan harapan menemukan lahan murah berlokasi strategis, nyatanya cuma disuguhi gerumbul bambu yang gelap gulita. Mungkin ada beberapa ekor genderuwo yang sedang nangkring diatas gerumbul bambu mentertawakan kedatangan saya kesitu.
Sejujurnya, saya 'agak kecewa', tapi tak sampai marah-marah apalagi ngambek kepada Rombongan Calo Tanah Indonesia (RCTI) itu. Saya tetap cool, bahkan usai survei saya masih rela mentraktir mereka makan nasi goreng babat sebagai makan malam kami.
Sobat properti, mentalitas saya sudah terlatih dan siap menghadapi kejadian-kejadian pahit akibat ulah RCTI seperti itu. Mindset saya sudah terprogram dengan pemahaman bahwa mencari lahan yang bagus dan murah (apalagi yang skim bayarnya lunak) tidaklah mudah. Perlu survei puluhan kali, mentraktir makelar puluhan kali, baru bisa ketemu lahan yang bagus dan siap dieksekusi.
Saya pernah survei lahan sampai ke Rembang, ternyata lahannya dibawah SUTET (tegangan tinggi) dan akses masuknya hanya bisa dilalui sepeda motor. Saya pernah diajak survei lahan bagus di Bekasi, saat saya menyatakan minat dan minta diantar ketemu pemilik, ternyata si pemilik menyatakan lahan tidak jadi dijual. Saya pernah ditunjukkan lahan bagus di Yogya, harganya juga cocok, sudah saya bayarkan uang tanda jadinya, eh saat lahan mau diukur baru ketahuan lokasinya salah. Yang paling banyak terjadi adalah saya suka lahannya dan cocok harganya, tapi pemilik tanah mintanya dibayar cash keras, padahal saya hanya mau bayar DP 15% dan sisanya diangsur sesuai laju penjualan.
Kekecewaan akibat ulah RCTI (Rombongan Calo Tanah Indonesia) atau ditolak penawarannya oleh pemilik tanah memang menyebalkan, tetapi tak sampai membuat saya patah arang dan malas merespon penawaran-penawaran lahan yang masuk berikutnya. Mentalitas saya sudah disiapkan mengalami kejadian seperti ini. Saya pakai rasio 50:1. Bahwa perlu survei lahan 50x, baru ketemu 1 lahan yang cocok untuk dieksekusi. Artinya saya bakal kecewa 49x guna mendapatkan 1 lahan yang mengandung 'opportunity'.
Kenapa banyak pemula di bisnis property yang semula sudah rajin ikut workshop kesana kemari, dan membaca banyak literatur bisnis properti, ternyata mundur teratur sebelum sempat action? Alasannya karena mental mereka tidak terlatih menerima kekecewaan demi kekecewaan. Mereka berpikir bahwa cukup survei lahan 5 atau 6x, langsung ketemu lahan yang bisa dieksekusi. Begitu bayangan jauh dari kenyataan, passion mereka berburu lahan langsung turun. Satu demi satu pemburu lahan tersebut mundur teratur dan mendelete mimpinya menjadi pengusaha properti, sebelum sempat action sama sekali. Gara-gara RCTI, begitu kambing hitamnya. Atau mungkin malah menganggap pelajaran di workshop soal cara pinter jadi developer dengan mensiasati cara memperoleh lahan itu hanya pepesan kosong belaka.
Yang cukup beruntung biasanya adalah mereka yang didukung kemampuan permodalan melimpah, sehingga bisa membayar lahan secara tunai keras. Type seperti ini tak perlu survei lahan 50x dan mentraktir makan 50x untuk sekedar bisa mendapatkan 1 deal yang bagus. Bahkan jika beruntung ketemu penjual yang BU (butuh uang), mereka bisa mendapatkan lahan dibawah harga pasar. Tapi seberapa banyak sih peminat bisnis properti yang berstatus modal melimpah seperti ini? Yang banyak gentayangan di milist atau grup komunitas properti, biasanya justru yang modalnya cekak atau bahkan hanya bermodal skill dan membawa peluang saja.
Artikel ini sengaja saya tulis untuk memberi semangat serta motivasi kepada sobat-sobat properti (khususnya pemula) yang sedang melakukan aktivitas berburu lahan. Siapkan mentalitas anda untuk menerima kekecewaan. Jangan mudah patah arang apalagi putus asa. Jangan layu sebelum berkembang. Jangan pudar syahwat anda berburu lahan sebelum mendapatkan lahan yang bisa anda eksekusi. Selamat berjuang bro!!
0 Komentar
Penulisan markup di komentar