JANGAN KATROK AH !
Social Cost
www.JinProperti.com - Baru-baru ini terjadi kejadian lucu saat kami sedang melakukan acara sosialisasi warga untuk sebuah proyek properti yang sedang kami kembangkan di kota Magelang.
Ada seorang warga yang 'sok pintar' menentang proyek kami, yang didalamnya mengusung konsep Balai Warga Modern yang menjadi ruang tamu bersama bagi seluruh warga. Alasannya karena disitu ada tertulis kata 'MINI BAR'. Memang kami menyediakan mini bar dalam satu lokasi dengan ruang tamu bersama tersebut. Tujuannya memberikan service meal kepada pihak-pihak yang sedang menerima tamu ataupun yang sedang bertamu.
Kata warga tersebut, keberadaan 'mini bar' akan membawa mudharat dan berefek buruk kepada moral warga sekitarnya. Makanya dia menentang kehadiran proyek kami yang mengusung konsep Balai Warga Modern yang didalamnya ada fasilitas mini bar tersebut.
Saya terus terang geli mendengar alasan yang seakan idealis dan membela moral warga, tetapi sebenarnya mengandung unsur katrokisme tingkat tinggi. Warga beraliran katrokisme tersebut berpikir bahwa yang namanya mini bar identik dengan minuman keras beralkohol.
Padahal yang saya sebut dengan minibar hanyalah sebuah fasilitas atau bisa disebut sebagai desain interior berbentuk meja siku setinggi 130 cm dilengkapi rak-rak dinding, yang fungsinya sebagai tempat menyajikan makanan dan minuman dari dapur/pantry yang dikerjakan oleh pembantu standby disana.
Ada teh, kopi, pisang goreng, mendoan, nasi goreng kampung, indomie rebus, nasi telur dll. Itulah menu makanan dan minuman yang bisa dilayani oleh pembantu standby di ruang tamu bersama. Dimana mudharatnya? Bagaimana penjelasannya nasi goreng kampung bisa merusak moral warga?
Meski namanya 'mini bar', tetapi jika tak ada minuman keras seperti yang dikuatirkan warga tersebut, jelas-jelas tidak ada unsur mudharat sama sekali.
Akhirnya seluruh peserta rapat justru tertawa-tawa dan geli mendengar penjelasan saya. Merekapun mahfum, dan welcome dengan kehadiran proyek kami ditengah lingkungan mereka. Itulah gunanya melakukan sosialisasi warga.
Sobat properti, sebelum anda memulai proyek baru, maka sosialisasi warga adalah tahapan wajib yang harus anda jalani. Ini semacam ketuk pintu karena kita memasuki wilayah orang. Tujuannya apa? Supaya warga (tuan rumah) welcome dengan kedatangan kita di lingkungan mereka.
Untuk daerah-daerah tertentu, misal; Yogya, Sleman, Bantul, Magelang, bahkan berita acara sosialisasi warga menjadi syarat wajib untuk kelengkapan perijinan. Tetapi ada juga yang tak mensyaratkan sosialisasi warga sebagai persyaratan wajib. Kalaupun dilakukan, itu hanyalah sebagai tahapan normatif saja.
Warga lebih senang jika kita datang menjelaskan maksud dan tujuannya secara gamblang dari kita pemilik proyek. Bukan tahu sepotong-sepotong dari pihak lain yang belum tentu valid keterangannya. Atau guna menghindari persepsi yang berbeda. Lihat saja kasus yang saya alami diatas. Mini bar dianggap berpotensi merusak moral warga. Haha .. Jangan katrok ah! Untung bisa kami jelaskan saat sosialisasi.
Untuk sosialisasi warga, ada berita acaranya yang dibuat secara tertulis. Lazimnya ditanda-tangani minimal 20 orang warga. Sebagai ucapan terima kasih, saya sarankan anda membagikan uang Rp 50.000 atau Rp 100.000/orang. Jika kita kumpulkan 20 tanda-tangan warga, budget dibutuhkan sebesar Rp 2.000.000,-
Oh ya, pada saat pelaksanaan acara sosialisasi, saya sarankan anda menyumbang snack atau konsumsi sebesar Rp 1.000.000 untuk dikelola oleh pengurus warga.
Setelah warga tanda-tangan minimal 20 orang, kemudian minta pengesahan dari pak RT dan pak RW. Alokasi budgetnya Rp 250.000 s/d Rp 500.000. Jadi kita mengeluarkan kisaran Rp 1.000.000,- lagi. Di daerah tertentu di Yogya, peranan dan fungsi RW ditiadakan dan dijabat oleh pak Dukuh.
Setelah Ketua RT dan Ketua RW (Dukuh) tanda-tangan, tinggal kita mintakan persetujuan ke Lurah dan Camat. Budget disitu juga biasanya Rp 500.000 untuk Lurah dan Rp 500.000 untuk Camat.
Jadi keseluruhan budget sosialisasi akan memakan biaya kisaran Rp 3.000.000 s/d Rp 5.000.000 untuk mengumpulkan tanda-tangan. Ini signifikan banget dengan kondisi riil di lapangan dimana warga sudah menerima kehadiran proyek kita dengan tangan terbuka.
Selain biaya pengumpulan tanda-tangan, akan lebih mantap lagi jika proyek anda juga berpartisipasi mengisi kas warga. Semua secara proporsional sesuai besaran dan nilai proyek kita. Untuk proyek kecil, terkadang mengisi kas RT sebesar Rp 2.000.000 sudah cukup.
Tetapi jika kita punya proyek berskala besar, tentunya tak memberatkan jika kita membantu warga memugar masjid atau melakukan normalisasi saluran kampung yang sudah banyak mampet. Semua secara proporsional saja. Didalam Action Plan, anggarkan ini sebagai Social Cost yang merupakan sub item dari Pematangan Lahan.
Advise dari saya, jangan banyak berjanji jika memang tak bisa dipenuhi, supaya tak jadi bumerang dibelakang hari. Jangan terlalu akomodatif, karena biasanya tuntutan warga macam-macam. Mereka itu hanya coba-coba memanfaatkan kita. Jangan sampai terjebak. Tak semua keinginan warga harus dipenuhi. Menolak dengan halus atau diplomatis lebih disarankan ketimbang menolak frontal.
Ada yang bilang, sosialisi warga sebaiknya jangan dihadiri oleh decision maker. Karena kalau nanti ada permintaan warga yang terlalu menuntut, bisa digantung dengan alasan mau melapor dulu ke pimpinan.
Kirim personil yang ramah, yang bisa berbahasa lokal serta menguasai adat istiadat setempat. Biasanya lebih mudah diterima dan membaur dengan warga.
Pokoknya, lakukanlah sosialisasi warga, supaya proyek kita bisa diterima dengan baik oleh lingkungan, dan lancar sepanjang pelaksanaannya.
0 Komentar
Penulisan markup di komentar