ADEGAN INI HANYA DILAKUKAN OLEH PROFESIONAL
JANGAN DITIRU !!!
Jin Properti - Pengalaman berharga disaat menghadapi direktur PDAM yang main pungli seenaknya dan berhasil saya atasi dengan jurus nekat, rupanya memberikan keberanian kepada saya saat menghadapi kasus serupa di lokasi lain.
Alkisah saya sedang mengurus perijinan untuk lahan luasan kecil (kisaran 7000 m2) di sebuah kota di pulau Jawa. Berkas perijinan sudah lengkap, dan seperti biasanya kami urus melalui BPPT (Badan Pelayanan Perijinan Terpadu), dengan menjalin kontak khusus melalui salah seorang pejabat di BPPT, sebut saja namanya mister X.
Sidang ekpose didepan 6 instansi dan bertempat di kantor Bapeda sudah kami jalani di bulan April 2013. Dilanjutkan dengan sidang advise planning bertempat di kantor PU pada bulan Mei 2013. Secara paralel kami juga mengurus UKL/UPL dan rekomendasi Dishub. Entah kenapa, setelah itu delay 1 bulan menunggu waktu untuk audiensi Walikota yang sedang sibuk dan padat agendanya.
Akhirnya kesempatan untuk bertemu dan audiensi dengan pak Wali tiba juga. Pertengahan Juni 2013 saya diantar mister X menghadap Walikota di ruang kerjanya. Ngomong basa basi selama 15 menit, dan dinyatakan Ijin kami tidak ada masalah, bisa diterbitkan, tapi besok hari diminta koordinasi dengan mister X dahulu. Begitu kalimat dari pak Walikota.
Esoknya saya menemui mister X di kantor BPPT, dan ada berita menggelegar yang saya dengar. Ternyata kami diminta menyediakan dana taktis 200 juta sebagai syarat agar Ijin Prinsip ditanda-tangani. Gila!! Benar-benar gila. Mengurus lahan hanya seluas 7000 m2 kena pungli 200 juta. Gimana kalau ada pengembang urus ijin untuk lahan puluhan hektar? Bisa-bisa kena pungli milyaran Rupiah.
Saya pulang dari kantor BPPT dengan perasaan galau. Pusing rasanya. Kepala jadi error. Uang 200 juta milik nenek siapa yang bisa saya serahkan kepada birokrasi yang bermental pemeras ini???
Dua minggu saya biarkan, tanpa menghubungi mister X lagi. Saya berharap ada keajaiban atau belas kasihan dari penguasa itu kepada kami. Tapi tak ada kabar berita.
Kemudian di suatu malam saya mendatangi mister X dan meratap mengiba meminta kebijaksanaan dari pak Walikota, supaya jangan membebani kami biaya perijinan sebesar 200 juta. Mister X berjanji akan menyampaikannya kepada pak Wali.
Esok hari saya menunggu dengan berharap-harap cemas. Tapi sms yang saya terima dari mister X membuat saya tertunduk lemas; "Maaf, saya sudah sampaikan pesan anda kepada pak Wali, tapi beliau tetap menyatakan seperti yang semula saja." Hmm, bahasanya datar, tapi tersirat dan tersurat makna yang jelas, yaitu angka 200 juta tak bisa ditawar.
Kepala saya jadi error. Tidak terima menerima perlakuan seperti ini. Jelas-jelas pemerasan. Mendadak kenekatan saya muncul lagi. Saya akan lawan mereka semua. Mati ya mati bareng, hancur ya hancur barenglah. Proyek ini bubar gak masalah, tapi mereka juga akan saya hajar dengan apa yang saya mampu lakukan. Mendadak saya tidak punya lagi rasa hormat dan takut kepada Walikota dan mister X.
Saya teror mereka. Saya kirimi sms beruntun memaki-maki dan mengancam mereka. Sasaran saya adalah; Walikota, ajudan Walikota, dan mister X (pejabat BPPT).
Ini sms ke Walikota;
------------------------------
Selamat siang pak Wali. Saya ingin meminta waktu 1x lagi bertemu bpk utk penyelesaian perijinan perumahan KECIL luas 7000 m2 yg Ijin nya terkatung-katung. Saya sdh pernah bertemu bpk diantar mister X. Tks, Ari Wibowo
Sbg pengusaha, saya berharap bpk menjadi Walikota yg bijaksana dan kooperatif dgn pengusaha. Good and clean goverment. Tks, Ari Wibowo
Saya selama ini menjalin komunikasi via mister X, dan statement dari dia yg katanya meneruskan pesan dari bpk membuat saya tak nyaman dan gerah sekali. Saya mau berperang saja jika kondisinya begini. Maaf, tks,
Saya kooperatif, tapi semua mesti proporsional dan wajar. Kita sama2 membangun kota ini. Jika pincang dan not fair, yg terjadi justru nekat dan saling menjatuhkan. Mohon waktu bertemu 1x lagi. Tks, Ari W
Saya call bpk kenapa bapak tak mau angkat?? Kalau bpk marah sama saya, maka justru saya yg lebih marah kpd bapak.
Saya bertemu Walikota dan Bupati dimana-mana sering sekali pak. Hal yg biasa. Tapi mengurus perijinan lahan 7000 m2 dan dimintai biaya 200jt (kata mister X) membuat saya marah. Saya memilih berperang saja melawan bpk. Saya punya jaringan di media lokal dan nasional (cetak dan online), LSM, dan parpol. Saya akan beberkan praktek kotor ini.
Saya org nekat pak. Saya tidak takut menghadapi bpk. Semua resiko sdh saya kalkulasi. Bapak akan menyesal jika memperlakukan kami spt ini. Siapa yg terjegal, saya atau bpk, kita lihat saja nanti. Tks
Tapi kalau bpk berlaku bijaksana kpd kami, saya urungkan niat ini dan memilih kooperatif dgn bpk. Saya menunggu kabar baik dari bapak. Mau baik2 atau ribut2, keduanya saya siap melayani. Tks
Ini sms ke ajudan Walikota;
------------------------------
Saya Ari Wibowo, pelaku usaha yang merasa diperas oleh Walikota anda. Tolong sampaikan kepada si pemeras itu, saya mau ketemu dia mengurus perijinan proyek perumahan yg saya ajukan. Saya tak mau membayar 200 juta. Saya tidak takut dengan pejabat seperti dia. Tks, Ari Wibowo 0812 1520 46xx.
Ini sms ke mister X;
------------------------------
Saya akan bongkar praktek kotor yang anda lakukan sbg antek Walikota pemeras. Saya mau bikin press release yg saya sebarkan ke media online, media massa, dan social media. Saya akan beberkan semua perilaku busuk ini.
Saya orang nekat. Anda menyesal jika berani berurusan dgn saya. Akan saya bikin ribut-ribut dan nama anda akan saya bikin top di berbagai media. Tunggu tanggal mainnya.
Setelah mengirimkan sms, saya call mereka bertiga; Walikota, ajudan Walikota dan mister X. Tak ada yang mau mengangkat call dari saya. Saya call ulang berkali-kali tanpa henti. Kalau diangkat mereka akan saya maki-maki dan saya intimidasi. HP Walikota dan mister X malah mendadak non aktif. HP ajudan tetap on tapi tak mau angkat.
Malam jam 22.00 saya datangi rumah dinas Walikota. Akan saya labrak sendiri. Tapi saya dapat info dari penjaga bahwa pak Wali sedang kondangan (menghadiri resepsi). Saya tunggu kedatangan pak Wali tak jauh dari rumah dinasnya, dengan ngopi di warung pinggir jalan.
Saya call pak Wali tidak diangkat. Saya sms bahwa saya sedang menunggu kedatangannya di rumah dinas. Eh, kali ini pak Wali merespon dan menelpon saya. Dia katakan tak perlu ketemu lagi, tapi dia janji akan bantu perijinan saya. Hanya saja besok selama 3 hari dia akan pergi ke Jakarta, jadi saya diminta kontak lagi minggu depan. Oke pak !!!
Senin pagi saya sms seperti ini; "Terima kasih sudah berjanji membantu perijinan yang saya ajukan. Langkah konkritnya seperti apa? Kapan bisa terbit dan saya mesti menghubungi siapa?" Saya forward ke ajudan Walikota dan mister X.
Senin pagi, Senin siang, Senin sore tak ada jawaban. Saya call ke 3 pihak lagi-lagi tidak diangkat. Saya marah karena tidak ada komunikasi yang baik dari mereka. Saya ambil laptop dan saya nulis press release 13 paragraf yang akan saya sebarkan ke berbagai media. Isinya menjelek-jelekkan birokrasi di kota tersebut. Judulnya; URUS PERIJINAN DI KOTA XXX SANGAT LAMBAT DAN PUNGLINYA LUAR BIASA.
Saya beri keterangan, bahwa jika s/d Selasa ijin perumahan yang saya ajukan belum terbit, maka press release tersebut benar-benar akan saya distribusikan. Selesai membuat press release sudah jam 17.30, kantor Pemkot sudah tutup. Saya foto copy 3 rangkap, saya masukkan amplop terbuka (sengaja tidak saya lem biar diintip orang lain).
Saya antar amplop ke-1 ke rumah dinas Walikota, diterima penjaganya. Saya antar amplop ke-2 ke rumah mister X, diterima pembantunya (rumahnya kosong). Dan amplop ke-3 saya serahkan ke penjaga kantor Pemkot. Itu salinan press release yang menjelek-jelekkan birokrasi mereka.
Kriiiiiiinngggg ..., jam 19.30 saya ditelpon pak Wali. "Mas Ari, percaya deh saya akan bantu perijinannya. Tak perlu main-main media segala. Besok saya bereskan perijinan milik mas Ari." Hehe .., Walikotanya ketakutan mau saya sebarkan press release ke media.
Selasa pagi jam 10, mister X yang selama beberapa hari menghindar dari saya mendadak sms begini; "Mas Ari, Ijin Lokasi sudah selesai, silahkan diambil di kantor Bapeda." Wow, cepat sekali ya? Kenapa hal yang mudah dibikin sulit? Kalau Walikota mau, ternyata perijinan bisa selesai dalam sehari.
Saya tanyakan apakah saya punya kewajiban terkait selesainya Ijin ini?? Dijawab normatif; "Saya tidak tahu mas. Saya cuma menyampaikan perintah pak Wali untuk menghubungi mas Ari dan menyampaikan kalau ijin prinsip sudah ditanda-tangani. Soal lain-lain silahkan hubungi pak Wali sendiri."
Sobat properti, pelajaran apa yang bisa anda petik dari kisah (pengalaman) yang saya sampaikan diatas?? Ternyata pejabat takut pada orang nekat. Mereka tak mau kehilangan jabatan. Ancaman diekspos di media massa adalah jurus ampuh yang bisa membuat mereka ciut nyalinya. Saya sudah membuktikannya.
Note ;
Jangan ditiru! Adegan ini hanya dilakukan oleh profesional.
0 Komentar
Penulisan markup di komentar