INI KONDOM NAK,
BUKAN PERMEN KARET
Papah, Durex ini apaan ya? Apa permen karet? Tanya Abel anak bungsu saya yang baru lulus SD ketika dia melihat produk kondom itu ada di minibar (kamar hotel di Bangkok) bersama produk makanan kecil dan minuman lainnya.
Saya gelagapan. Mungkin karena disitu tulisannya huruf Thailand semua, jadi tidak ada informasi lain yang bisa dia baca. Dalam sekian detik saya harus mempersiapkan jawaban yang tepat buat pertanyaan Abel yang tidak terduga itu.
"Hmm, ini semacam obat buat pria dewasa untuk menjaga kesehatannya. Itu di minimarket dekat rumah kita juga dijual koq, tapi dalam versi bahasa Indonesia." Aduh, saya menyesal memberi jawaban mengambang dan tidak spesifik seperti itu. Saya kuatir Abel mengajukan pertanyaan yang lebih kritis akibat jawaban saya yang kurang memuaskan rasa ingin tahunya.
Untungnya Abel tidak mengejar pertanyaan soal Durex, akan tetapi sibuk memegang botol-botol kecil berisi minuman beralkohol yang juga ada di mini bar. Jika dia tanya tentang minuman itu, jawabannya lebih enak karena tak perlu memakai jawaban memutar seperti ketika menjelaskan tentang kondom.
Sobat properti, saya lebih senang ditanyai soal properti dan menjelaskannya secara gamblang, ketimbang diminta menjelaskan soal kondom kepada seorang anak berusia 12 tahun.
Seorang calon peserta workshop properti (sudah mendaftar untuk kelas Agustus) mengirimkan pertanyaan singkat ke saya melalui chat di whatsapp.
"Suhu AW, luasan lahan minimal berapa yang harus saya cari untuk dieksekusi?"
Tak ada batasan minimal yang dipersyaratkan. Karena luasan lahan 400 m di pusat kota yang bisa dibangun jadi 3 ruko juga layak dieksekusi. Luasan 1 ha ditepi kota yang bisa dibangun jadi rumah sederhana juga layak dieksekusi. Tapi luasan 400 m ditepi kota yang cuma bisa jadi 4 kavling rumah murah pastinya tidak layak eksekusi karena cuma buang-buang waktu dan tenaga untuk hasil yang tidak seberapa.
Jika bicara dari sisi PEMBELAJARAN, anda hanya mengembangkan 3 kavling juga mendapatkan pembelajaran yang lengkap, yaitu mulai dari legalitas saat eksekusi lahan, perencanaan, perijinan, pemasaran, pembangunan, keuangan (hutang, piutang, KPR, pajak), estate management dll. Meski tentu saja mengembangkan lahan 1 ha pasti kompleksitasnya lebih tinggi.
Jika bicara dari sisi WAKTU dan sisi HASIL, maka membuang waktu selama 9-18 bln hanya untuk mendapatkan hasil yang tak seberapa pastilah tidak signifikan. Terkecuali itu hanya proyek sekunder (sampingan) karena ada proyek utama yang potensi hasilnya lebih besar. Jika anda berlabel pengusaha tetapi cuma mengejar potensi laba puluhan juta (8 digit), bukan ratusan juta (9 digit) atau milyaran (10 digit), itu tak jauh beda dengan income pegawai.
Jadi skala luasan proyek bukanlah parameter tunggal untuk sebuah kelayakan. Misal hanya mengerjakan 3 ruko akan tetapi labanya 500 jt x 3 = 1,5 milyar dan anda dapat bagian 30% sebagai MPK (mitra pemilik keahlian), itu sudah lumayan. Ketimbang mengerjakan luasan 3.000 m2 ditepi kota yang bisa dibangun jadi 30 unit rumah murah yang menghasilkan laba 10 jt x 30 = 300 jt, dan anda cuma mendapat bagian 30% saja (90 jt), itu kurang menarik secara hasil.
Saya justru lebih senang memberi batasan tentang waktu (umur proyek) dan skala investasi (besaran modal) yang dibutuhkan di proyek kita. Dengan mengacu kepada fakta bahwa konsep jadi pengembang dengan modal recehan yang saya ajarkan adalah memanfaatkan uang dari pemodal, maka berdasarkan pengalaman empiris saya selama ini, ada beberapa hal yang bisa saya jelaskan sebagai berikut :
1. Carilah proyek dengan SKALA INVESTASI kisaran 500 jt s/d 2 milyar. Jika kebutuhan modal lebih besar dari itu, kemungkinan besar anda kesulitan mencari pemodal yang mau membiayai proyek anda. Mengingat status anda yang masih pemula di bisnis properti sehingga reputasi dan kredibilitas anda belum tinggi. (Modul menghitung kebutuhan modal kerja diajarkan di workshop properti).
2. Carilah proyek yang DURASI-nya kisaran 18 bln (maks 24 bln). Karena pemodal yang akan membiayai proyek properti anda biasanya bukan pemain properti, jadi mereka sedang trial (coba-coba) investasi di bisnis ini, dan lebih menyukai proyek fast moving (selesainya cepat). Menurut pengalaman saya selama ini, sulit mencari pemodal untuk proyek berdurasi 3-5 thn, meski potensi labanya sangat menggiurkan.
Nah, saya ditanya soal luasan minimal lahan, tetapi justru menjawab tentang BESARAN LABA, DURASI (umur proyek) dan SKALA INVESTASI. Karena sesungguhnya justru parameter itu yang lebih tepat untuk dijadikan acuan pendekatan guna menentukan apakah sebuah lahan layak untuk dieksekusi atau tidak.
Saya sering ditawari proyek luas 10-20 ha, tapi justru respon saya lambat karena saya tahu persis itu bukan jenis makanan yang bisa saya telan. Konsep berbisnis properti dengan modal recehan tidak klop dengan luasan seperti itu.
Saya juga sering ditanya kenapa tidak mengembangkan proyek apartemen atau condotel? Saya jawab itu tidak klop dengan konsep saya yang menggandeng pemodal. Skala investasinya terlalu besar jika harus menggarap proyek apartemen atau condotel.
Saya pilih yang realistis saja. Bisa dieksekusi, bisa dipelajari, bisa mendatangkan rejeki, bagi siapapun yang ingin berbisnis properti. Saya cuma pengembang kelas perumahan, itupun bukan skala ratusan hektar seperti kelasnya Ciputra. Jika mau belajar properti skala kota, silahkan belajar pada suhu-suhu kelas dewa. Jika mau belajar properti high rise building, silahkan belajar kepada ahlinya.
Selling point saya selaku suhu PERGURUAN KUNGFU PROPERTI adalah: "Yang saya ajarkan bukanlah sesuatu yang teoritis, tapi saya berbagi tentang sebuah pengalaman empiris. Saya praktisi, bukan akademisi. Saya tidak memberikan anda ijasah, tapi mengajarkan cara berburu rejeki yang barokah."
0 Komentar
Penulisan markup di komentar