PENGOSONGAN KAMAR KOST
Sebel banget jika ada penghuni kamar kost yang menghilang tanpa kabar berita. Dikontak ke hp nya tidak aktif, padahal jadwal bayar bulanan sudah jatuh tempo. Ditunggu seminggu dua minggu tidak berhasil. Ketika dengan kunci cadangan kami intip kamarnya, ternyata masih banyak barang.
Oh ya, nama penghuni kamar kost itu Wati (sssst, jangan bilang-bilang nama aslinya Selly). Wanita cantik berusia 22-25 tahun dengan pantat menjuntai dan mukanya jutek alias bawel. Perhiasannya bunyi gemerincing saat dia berjalan.
Dua bulan berlalu tanpa bisa menagih pembayaran dan tetap lost contact. Kami sudah tak bisa membiarkannya lagi. Kami putuskan kamar dikosongkan supaya bisa dijual kepada penghuni kost lainnya. Saya perintahkan staf saya untuk mengepak barang ke kardus dan mengamankannya dibawah tangga. Suatu saat mungkin dia akan kembali guna mengambil barang-barangnya.
Pagi itu (3 minggu sejak pengosongan) saya mendadak ditelpon seseorang yang mengaku sebagai keparat, ehh maksud saya aparat. Dia mengaku bertugas di kantor Polda Kalimantan xxx sana. Dia minta saya bertanggung jawab atas hilangnya sejumlah barang-barang milik adiknya bernama Wati yang tinggal di salah satu kost Godha Kostel yang kami kelola. Saya minta dia berurusan langsung dengan manager kost untuk klarifikasi, tapi dia tak mau. Saya mau bicara dengan anda sebagai pimpinannya, begitu kata dia.
Oh, rupanya ini tentang si Wati wanita dengan bokong menjuntai itu. Saya disalahkan melanggar pasal sekian dan sekian, akibat saya melakukan pengosongan barang tanpa mengundang saksi-saksi termasuk ketua RT RW setempat. Ini dianggap kasus pencurian. Saya berargumen ini terpaksa dilakukan karena Wati menghilang tanpa jejak selama 2 bulan. Aparat yang menelpon saya itu tak peduli dan tetap mengancam saya untuk mengganti rugi barang-barang yang hilang.
Dia meminta saya untuk menemui Wati yang akan datang ke kantor saya untuk meminta ganti rugi. Sebelum dia menutup telpon saya menanyakan siapa namanya dan apa pangkatnya, dia menolak. Justru makin mengancam jika saya tak mau bayar ganti rugi kepada adiknya, maka besok saya diciduk aparat dari Polda DIY.
Afuuu .. Keder juga nih jika sudah mau main ciduk segala.
Siangnya Wati datang ke kantor saya. Dia menyerahkan sejumlah daftar barang-barang yang diakuinya hilang. Ada 2 jam tangan, ada gelang, gaun pesta dll. Yang aneh, ada 10 celana dalam yang dia sebut harganya perbuah 500.000. Total yang ditagihkan senilai Rp 26 juta.
Alamaak, ini beneran atau modus pemerasan nih? Mosok ada CD harga 500.000 dll. Saya panggil manager kost untuk klarifikasi. Menurut dia tak ada barang-barang yang hilang. Semua utuh, masuk ke dos dan dibungkus rapat.
Saat saya dan Wati sedang berdebat keras mengenai ganti rugi, eh aparat yang mengaku dari Polda itu menelpon lagi dan minta saya segera memenuhi permintaan Wati. Saya tak mau panjang urusannya dan buang waktu berdebat tentang CD seharga 500.000 perbuah.
Saya sampaikan pada Wati bahwa saya hanya bersedia mengganti separoh saja dari nilai yang dia minta, yaitu senilai Rp 13 juta. Tapi saya minta Wati memberitahu siapa nama aparat yang main gertak itu dan apa pangkatnya. Wati diam tak mau memberi informasi. Saya pelototin dia sambil berkata; "Saya tak percaya itu kakakmu. Paling juga pacarmu atau gacoanmu. Dan saya anggap ini MODUS saja. Habis ini pasti kamu cari korban yang lain."
Wanita berpantat menjuntai itu meninggalkan ruangan saya dengan membawa selembar cek senilai Rp 13 juta. Dengan perasaan hampa saya memandangi pantatnya yang bergoyang ke kiri dan ke kanan. Tepat di goyangan ke 13 saya sudah tak mau memandang lagi.
Hmmm ...., saya benar-benar kena deh.
Pelajaran #1. Jika mau mengosongkan barang dalam kasus seperti diatas, ternyata harus menghadirkan saksi termasuk RT RW.
Pelajaran #2. Jangan terlena dengan pantat menjuntai, karena obsesi itu adalah bius yang membuat otak anda tidak rasional mengambil keputusan, hahaha ...
0 Komentar
Penulisan markup di komentar