Itjen Cium Korupsi di Pelatihan Guru
Langsung Geber Investigasi Khusus Kurikulum 2013
Guru sedang upacara. Foto: dok.JPNN
JAKARTA - Aroma korupsi Kurikulum 2013 (K-13) tidak berhenti di pengadaan buku pelatihan guru di Malang, Gorontalo, dan Kalimantan Tengah.
Informasi terbaru hasil analisis Inspektorat Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Itjen Kemendikbud), dugaan korupsi juga muncul di sektor pelatihan guru dan kepala sekolah.
Irjen Kemendikbud Haryono Umar menuturkan, timnya sudah melakukan kajian atau analisis agenda pengadaan buku dan pelatihan guru. Kajian itu dilakukan sebelum muncul laporan dugaan korupsi buku pelatihan K-13 dari Indonesia Corruption Watch (ICW) pada 16 Desember lalu.
Dalam kajian itu, Haryono mengatakan tim Itjen menganalisis hasil pengumpulan bahan dan keterangan dari lapangan.
Irjen Kemendikbud Haryono Umar menuturkan, timnya sudah melakukan kajian atau analisis agenda pengadaan buku dan pelatihan guru. Kajian itu dilakukan sebelum muncul laporan dugaan korupsi buku pelatihan K-13 dari Indonesia Corruption Watch (ICW) pada 16 Desember lalu.
Dalam kajian itu, Haryono mengatakan tim Itjen menganalisis hasil pengumpulan bahan dan keterangan dari lapangan.
Setelah ada indikasi masalah manajemen dan dugaan korupsi, keluar surat investigasi khusus K-13. "Kita investigasi mulai tahun anggaran 2013 sampai 2014," katanya di Jakarta kemarin.
Haryono menguraikan untuk urusan buku, kajian analisis mereka memang ada banyak masalah. Selain dugaan korupsi bermodus mark up harga satuan buku pelatihan guru, juga ada masalah keterlambatan. Kemudian juga banyaknya percetakan yang mengangkat bendera putih atau mundur dari penugasan sebagai penyedia buku K-13.
Pria yang berlatar belakang auditor di Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) itu ingin mengetahui kenapa ada percetakan memutuskan mundur.
Haryono menguraikan untuk urusan buku, kajian analisis mereka memang ada banyak masalah. Selain dugaan korupsi bermodus mark up harga satuan buku pelatihan guru, juga ada masalah keterlambatan. Kemudian juga banyaknya percetakan yang mengangkat bendera putih atau mundur dari penugasan sebagai penyedia buku K-13.
Pria yang berlatar belakang auditor di Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) itu ingin mengetahui kenapa ada percetakan memutuskan mundur.
Padahal percetakan itu sudah mengikuti lelang dan mengetahui beban tanggung jawabnya. Akibat dari keputusan mundur itu, pengadaan buku K-13 menjadi terlambat di beberapa daerah.
Selain urusan buku, Haryono mengatakan masalah juga muncul di urusan pelatihan. Haryono mengatakan ada indikasi kick back (pemberian balik kepada aparatur pemerintahan) dalam pelaksanaan pelatihan K-13 untuk guru.
Selain urusan buku, Haryono mengatakan masalah juga muncul di urusan pelatihan. Haryono mengatakan ada indikasi kick back (pemberian balik kepada aparatur pemerintahan) dalam pelaksanaan pelatihan K-13 untuk guru.
Apa wujud pemberian itu? Haryono belum bersedia membebernya. "Pertanyaannya kok langsung menjurus. Tunggu nanti hasil investigasi tim di lapangan selesai," jelas dia.
Potensi kick back dalam pelatihan yang melibatkan satu juga guru itu memang besar. Pertama dari hotel-hotel yang menjadi tempat pelatihan. Kemudian juga dari pihak pemenang pengadaan jasa lain terkait pelatihan guru.
Potensi pemberian itu juga bisa dari guru kepada atasannya baik di sekolah maupun dinas pendidikan setempat. Pasalnya selama ini kuota pelatihan dengan jumlah guru tidak sebanding. Sehingga ada semacam seleksi untuk bisa tembus menjadi peserta pelatihan. Nah di tengah kompetisi atau seleksi itu, berpotensi memunculkan pemberian upeti dari guru.
Terkait berapa besar kerugian negara akibat korupsi di pelatihan guru itu, Haryono juga belum bisa menjelaskan. Dia hanya mengatakan, anggaran pelatihan guru dan kepala sekolah sifatnya sharing. Yakni alokasi anggaran dari Kemendikbud dan dari pemda setempat.
Di tengah gerakan bersih-bersih itu, Haryono menuturkan ada satu masalah. Yakni anggaran untuk tim investigasi. Karena sekarang menjelang tutup buku tahun anggaran 2014, semua penggunaan anggaran perjalanan dinas sudah dikunci.
Potensi kick back dalam pelatihan yang melibatkan satu juga guru itu memang besar. Pertama dari hotel-hotel yang menjadi tempat pelatihan. Kemudian juga dari pihak pemenang pengadaan jasa lain terkait pelatihan guru.
Potensi pemberian itu juga bisa dari guru kepada atasannya baik di sekolah maupun dinas pendidikan setempat. Pasalnya selama ini kuota pelatihan dengan jumlah guru tidak sebanding. Sehingga ada semacam seleksi untuk bisa tembus menjadi peserta pelatihan. Nah di tengah kompetisi atau seleksi itu, berpotensi memunculkan pemberian upeti dari guru.
Terkait berapa besar kerugian negara akibat korupsi di pelatihan guru itu, Haryono juga belum bisa menjelaskan. Dia hanya mengatakan, anggaran pelatihan guru dan kepala sekolah sifatnya sharing. Yakni alokasi anggaran dari Kemendikbud dan dari pemda setempat.
Di tengah gerakan bersih-bersih itu, Haryono menuturkan ada satu masalah. Yakni anggaran untuk tim investigasi. Karena sekarang menjelang tutup buku tahun anggaran 2014, semua penggunaan anggaran perjalanan dinas sudah dikunci.
"Jadi tim baru bisa investigasi di Jakarta dan sekitarnya saja," tutur Haryono. Tetapi dia berjanji akan melanjutkan investigasi khusus ini tahun depan dan di seluruh Indonesia.
Sementara itu Sekjen Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Retno Listyarti menuturkan, di tahun pertama pembatasan implementasi K-13 (hanya di 6.221 unti sekolah) Kemendikbud fokus pada perbaikan konten dan buku. Kemudian di tahun kedua, uji coba bisa dikembangkan ke 300-an sekolah lainnya di seluruh Indonesia.
"Tidak perlu langsung meningkat tajam. Supaya mudah monitoringnya," kata perempuan yang juga Kepala SMAN 76 Jakarta itu. Kemudian di tahun ketiga pemberlakukan K-13 bisa dijalankan secara lebih luas lagi.
Menurut Retno tidak ada kesesuaian antara buku pelajaran dengan silabus untuk guru. Dia menduga karena buku dicetak dulu baru setelah itu Kemendikbud menyusun silabus.
Sementara itu Sekjen Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Retno Listyarti menuturkan, di tahun pertama pembatasan implementasi K-13 (hanya di 6.221 unti sekolah) Kemendikbud fokus pada perbaikan konten dan buku. Kemudian di tahun kedua, uji coba bisa dikembangkan ke 300-an sekolah lainnya di seluruh Indonesia.
"Tidak perlu langsung meningkat tajam. Supaya mudah monitoringnya," kata perempuan yang juga Kepala SMAN 76 Jakarta itu. Kemudian di tahun ketiga pemberlakukan K-13 bisa dijalankan secara lebih luas lagi.
Menurut Retno tidak ada kesesuaian antara buku pelajaran dengan silabus untuk guru. Dia menduga karena buku dicetak dulu baru setelah itu Kemendikbud menyusun silabus.
Untuk menyelamatkan buku yang sudah dicetak secara massal, akhirnya Kemendikbud mengoreksi silabus. Sayangnya hasil koreksi silabus itu masih membuat guru bingung saat mengajar. (wan)
jpnn.com
0 Komentar
Penulisan markup di komentar